Kamis, 31 Oktober 2013

Refleksi 5: Perkuliahan Tgl. 25 Oktober 2013


Keragu-raguan
Filsafat adalah olah pikir, dan olah pikir itu disarankan untuk ragu-ragu, bimbang dan bingung tapi jangan pernah ragu dengan hati. Dalam filsafat digunakan bahasa analog, sebab masih berhubungan dengan dunia dan hati itu adalah urusan akhirat. Manusia tak boleh sekali-sekali meragukan akhiratnya. Maka dari itu tetapkanlah hati sebagai komandan ketika mengarungi dunia ini. Artinya ketika sudah mulai merasa kacau dan ragu-ragu dalam tindakan dan beribadah maka hentikan dulu kegiatan berpikir atau berhenti untuk berfilsafat dan intensifkan doa, kalau perlu dengan bimbingan spiritual dari ustad.
Dalam rangka untuk mengembangkan keragu-raguan di dlam pikiran itu harus berlandaskan pada hati yang tidak boleh ada keragu-raguan di dalamnya. Karena ketika ada setengah saja keragu-raguan dalam hati, maka itu sudah ada syaitan.
Cara filsuf menyebarkan filsafatnya hingga terkenal
Para filsuf terkadang tidak merasa bahwa dia sedang berfilsafat, dia hanya merasa berkarya saja atau berpikir saja. Contohnya Socrates, tak pernah sekalipun dia berpikir sedang berfilsafat tapi dia hanya ingin mencari kebenaran saja, memikirkan segala  kebenaran dibalik fenomena alam terutama filsafat manusia. Kemudian oleh muridnya, Plato disalinlah biografinya Socrates. Ternyata menurut kategori sekarang ini apa yang dipikirkan Socrates termasuk metodologi berfilsafat, yakni dengan terus-menerus mengajukan pertanyaan. Namun ada juga yang memiliki kesadaran berfilsafat tapi tidak semata-mata karena dia ingin menjadi filsuf besar. Contoh lainnya Imanuel Kant yang hanya sekedar mencari solusi dari keadaan dimana saat itu terjadi pertentangan hebat antara kaum empiris dan kaum rasional. Imanuel Kant mengeluarkan 3 buku untuk menyebarkan pandangan filsufnya. Secara umum bukunya membahas tentang berpikir kritis. Para filsuf biasanya menyebarkan ilmu filsafat lewat tulisan-tulisannya. Namun tokoh-tokoh filsuf Indonesia itu tidak terlalu banyak yang tahu, sebab tidak ditemukannya karya-karya mereka (tulisan-tulisan mereka). Contoh filsuf Indonesia adalah Jangka Jayabaya.
Memilih Filsafat Yang Tepat
Sebagai seorang pemula, belum bisa memilih sebab harus mengenal tokok-tokoh filsafat dulu, selanjutnya punya pengetahuan yang luas, dan terakhir adalah mampu. Caranya adalah denga banyak-banyak membaca buku filsafat. Namun adalah filsafat yang tidak harus langsung segera dibaca yakni filsafat Perenial, sebab filasat ini berusaha membuat satu agama baru dengan cara mensejajarkan semua agama di muka bumi ini dan membandingkannya satu per satu. Yang hasilnya nantinya akan menjadi unik. Jika belum banyak membaca filsafat yang lain makan jangan membaca filsafat ini dulu, karena nantinya akan menimbulkan kebingungan. Contoh radikal, kata-kata yang berbunyi “Matinya Tuhan”, bagi orang awam yang belum banyak membaca buku filsafat, kata-kata “Matinya Tuhan” itu sangat menyakitkan, aneh dan mengejutkan. Tapi bagi orang yang sudah belajar filsafat dan banyak membaca buku filsafat, kata-kata itu biasa saja dan tak masalah sebab dia bagian dari bahasa analog. Dalam filsafat, “Matinya Tuhan”  berarti tentang kematian Tuhan dalam diri manusia. Contohnya : manusia yang sudah lupa pada sholatnya, ini termasuk tanda-tanda adanya gejala kematian Tuhan dalam diri manusia. Jadi bukan dalam artian yang sesungguhnya. Sehingga dalam mempelajari filsafat juga dibutuhkan sikap hati-hati, harus disesuaikan dengan ruang dan waktunya.
Diantara semua filsuf, Imanuel Kant adalah filsuf paling lengkap sebab filsafatnya itu diibaratkan sebagai muara. Muara selalu di warnai oleh dua sungai, oleh karena itu sangat strategis. Jika seseorang ingin belajar filsafat, dari sungai manapun pasti akan ketemu dengan sungai yang lain, tergantung dengan perahu, dayung dan arahnya. Contoh kongkritnya, misalkan jika mengambil jurusan filsafat dan memilih desertasi tentang Socrates pasti nantinya akan bertemu juga dengan Imanuel Kant, Plato, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan filsafat itu lebih dari sekedar kualitatif, lebih cair dari air, lebih beruap dari pada uap. Pikiran filsuf bisa sangat cepat dan menyebar kemana-mana padahal filsuf hanya manusia biasa, bagaimana sang Kuasa, jika makhluk ciptaan-Nya saja mampu melakukan hal ini. Subhanallah.
Pokok persoalan filsafat adalah sulitnya menjelaskan apa yang terjadi di dalam pikiran manusia. Karena apa yang dipikirkan ada di dalam pikirannya, maka persoalannya adalah bagaimana manusia itu mampu menjelaskan kejadian yang berlangsung dalam pikirannya pada orang lain. Sedagkan jika itu berada di luar pikiran manusia, maka kesulitannya adalah bagaimana manusia itu mampu memahaminya. Sehingga bagi seorang dosen filsafat itu, bukan alirannya yang penting, tapi lebih melihat pada implikasi-implikasi yang bermanfaat
Konsep Positivisme Comte
Kaum positivisme tidak percaya pada filsafat. Comte ingin memutuskan sejarah, beliau berpendapat bahwa berhentilah berfilsafat, karena jalan pikiran filsuf terlalu bertele-tele, beliau lebih memilih berpikir praktis tentang kepentingan hidup dan membangun dunia baru. Dunia baru yang dipikirkan Comte itu berada di bawah spiritual, di atas tradisional dan modern. Dunia spiritual dianggap menghambat kemajuan peradaban manusia, karena sebagian spiritual itu dianggap tidak logis. Hal ini merupakan cikal bakal ilmu pengetahuan segala bidang ilmu yang namanya selalu diikuti oleh kata “ilmu” atau “logi”. Contohnya psikologi, biologi, geologi dan lain sebagainya merupakan derifat dari positivisme dan pokok pangkalnya terpinggirkannya agama. Dan pada akhirnya berubah menjadi Kapitalisme yang berpusat pada negara-negara barat khususnya Amerika Serikat. Kapitalisme berwajah empat yakni neokapitalisme, pragmatisme, utilitirian dan hedonisme.   Bijaksana orang barat dan orang timur itu berbeda, orang barat dikatakan bijaksana jika ia mampu mencari sedangkan orang timur dikatakan bijaksana jika ia mampu memberi.
Cara mentransformasikan ilmu filsafat
Filsafat bukan disampaikan, tapi manusia itu sendiri yang menciptakannya dengan cara banyak membaca. Filsafat juga tidak harus dihafalkan.
Hubungan filsafat dan liberal
Liberalisme adalah bagian dari politik, termasuk juga Fondamentalist, sedangkan bagian filsafatnya adalah fondasinalisme. Dalam politik pendidikan ada liberalisme juga.

Jumat, 25 Oktober 2013

Refleksi ke-4 Perkuliahan tgl :11 Oktober 2013


Sejarah Hakekat Tuhan

Filsafat adalah olah pikir. Berfilsafat sama halnya dengan mencari hakekat.

Tuhan mendahului segala sesuatunya, mendahului segala apapun yang diciptakan-Nya. Sehingga Tuhan sendirilah yang mempunyai sejarah bukan manusia. Manusia sejarahnya sangat terbatas dan sangat relative, maka sebenar-benarnya sejarah adalah milik Tuhan. Apalah daya manusia mengetahui sejarah, jangankan sejarah Tuhan, sejarah tentang manusia itu sendiripun belum tentu paham. Apalah daya manusia memahami sejarah dirinya, memahami dirinya satu titik saja belum tentu bisa. Manusia tak mampu mengerti hakekat dirinya pada satu titik dan pada satu tempat, apalagi sejarah yang merentang antara ruang dan waktu. Ini adalah suatu persoalan yang cukup rumit dan besar. 

Manusia harus mampu mensyukuri nikmat keterbatasan yang di karuniakan oleh Tuhan. Maka untuk menjawab tentang masalh sejarah hakekat Tuhan, maka sudah bukan wilayah filsafat lagi tapi memasuki wilayah spiritual. Artinya bukan olah pikir lagi tapi olah hati. Ada kalanya ketika manusia sedang berdoa, mereka masih menggunakan otaknya untuk mengontrol. Namun ketika sudah intensif, manusia bisa berhenti berpikir/menggunakan otak, namun manusia tak mampu menebak kapan itu bisa terjadi.  Manusia yang pengetahuan spiritualnya tinggi belum tentu kualitas spiritualnya juga tinggi. Hanya manusia itu sendiri dan Tuhan yang tahu tentang kualitas spiritual masing-masing.
Alam semesta juga merupakan bagian dari misteri Tuhan. Struktur alam semesta itu sangat kompleks. Jika manusia sudah mampu mengetahui misteri alam semesta, maka manusia juga mampu mengungkap misteri Tuhan. Contohnya ketika manusia mempelajari unsur-unsur alam seperti air dan api, manusia hanya mampu mengetahui sampai batas unsur-unsur terkecil yang disepakati, selebihnya masih menjadi misteri. Maka untuk mengetahui sejarah hakekat Tuhan, tetapkanlah hatimu sebagai komandanmu, karena jika tidak, bisa saja pengembaraan pikiran yang sudah terlalu jauh, tidak akan bisa kembali lagi.

Pengetahuan manusia saat ini tentang alam semesta adalah ibarat setitik pasir di pantai. Pergerakan manusia di alam semesta ibarat pergerakan semut di gerbong rel kereta api. Manusia tak mampu merasakan pergerakan bumi berputar pada porosnya sekaligus mengelilingi matahari. Untuk memperoleh suatu ilmu diperlukan pengalaman yang panjang. Karena pengalaman adalah separuh dari ilmu, dan yang separuh lagi adalah memikirkannya. Ilmu itu tidak diperoleh secara instan. Maka untuk mengetahui sejarah hakekat Tuhan dibutuhkan waktu dan pengalaman yang panjang.

Pembelajaran hafalan dalam filsafat

Metode hafalan dalam filsafat adalah metode yang naif, karena itu tidak akan mencapai sasaran, dan sasarannya adalah pemahaman. Tujuan pembelajaran filsafat supaya yang mungkin ada itu menjadi ada. Maka jika itu diibaratkan sebagai gunung, kita harus mampu mengempurnya dari segala sisi. Karena saking banyaknya kajian filsafat itu. Maka melalui-melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Prof. Marsigit lah diharapkan mahasiswa mampu mengerti tentang yang ada dan yang mungkin ada. Guru yang paling mengerikan adalah guru yang tidak mau/tidak suka diberi pertanyaan oleh muridnya. 

Tokoh filsafat baru

Filsafat itu selalu berdimensi, tokoh-tokohnya itu juga berdimensi karena pikirannya juga berdimensi. Dimensi menyangkut struktur, sedangkan struktur dunia itu adalah yang ada dan yang mungkin ada.  Ada filsafat formal dan ada filsafat normatif. Material filsafat adalah material, formalnya filsafat adalah formal, dan normatifnya filsafat adalah normatif. Maka bentuk formal filsafat itu bermacam-macam, ada buku-bukunya, tulisannya dan sebagainya. Tokohnya yang paling terkenal ada Plato, Socrates (tokoh-tokoh formal), normatifnya adalah pikiran-pikirannya, dan ide-idenya. Pertanyaannya sekarang adalah seberapa jauh persamaan persepsi atau ide-ide kita dengan ide-ide Plato atau Socrates?

Maka bisa disimpulkan bahwa filsafat itu adalah diri kita sendiri, maka tokoh-tokoh filsafat baru adalah kita sendiri, atau bisa dikatakan tokoh substansinya. Maka dalam berfilsafat kita sendirilah tokohnya itu. Salah satu fungsi pembelajaran filsafat adalah agar kita mampu membebaskan pikiran kita dari keterkungkungan tokoh-tokoh lain, dalam hal metodologi berpikirnya sesuai dengan dimensi ruang dan waktu.