Sabtu, 11 Januari 2014

Membangun Dunia, Membangun Pengetahuan, Membangun Hidup dan Membangun Pendidikan Matematika

Filsafat adalah ilmu yang mempelajari segala yang ada dan yang mungkin ada. Belajar filsafat adalah belajar memahami pikiran para filusuf. Segala yang ada dan yang mungkin ada ada filsafatya. Sebagai calon guru matematika maka kita harus mengenal filsafat pendidikan matematika. Agar nantinya kita dapat menjalankan amanah sebagai seorang guru dengan baik dan benar-benar bisa mempertanggung jawabkan dari segala hal yang kita lakukan. Hal tersebut merupakan salah satu manfaat dari belajar filsafat pendidikan matematika.
Jika kita membangun dunia dengan filsafat, maka kita tidak terlepas dari penerapan filsafat itu sendiri. Misalnya dalam matematika kita mengenal mengenai ax2, maka dalam hal ini kita melakukan intuisi 2 dalam 1, sedangkan ketika kita menambahkannya dengan bx, maka pada saat itu kita fokus terhadap bx, tetapi saat itu pula kita masih memikirkan ax2. Atau dalam hal lain kita juga mengenal bahwa sebuah bilangan apabila dibagi dengan tak hingga maka hasinya adalah nol. Kita dapat menterjemahkan ini kedalam filsafat, sebuah bilangan yang dimaksud dapat kita isi dengan bilangan berapapun, dalam hal ini dapat kita terjemahan sebuah bilangan tersebut dengan dosa-dosa kita, sedangkan tak terhingga dapat kita terjemahkan seringnya kita meminta maaf dan nol dapat kita artikan dengan keadaan suci.
Dalam matematika kita juga mengenal bahwa sebuah bilangan di pangkatkan nol maka hasilnya adalah satu. Dalam hal ini dapat kita terjemahkan bahwa nol adalah keikhlasan dan satu adalah keesaan Tuhan, hal ini berarti setinggi-tinggi derajat manusia adalah manusia yang ikhlas.
Membangun Dunia
            Untuk membangun dunia, manusia harus tahu dulu, dunia seperti apa yang diinginkannya? Serta apa tujuan keberadaannya di dunia yang dia bangun itu? Serta ontologi, epitemologi dan aksiologi dunia itu. Dunia kita bukan hanya dunia fisik tapi juga dunia hayat. Konsep dunia sebenarnya jauh lebih luas dari pada apa yang bisa kita lihat saat ini. Saat mempelajari ilmu filsafat, diketahui bahwa lingkup filsafat mempelajari yang ada dan yang mungkin ada. Alam semesta/dunia yang terjangkau secara fisik, mungkin hanya bagian kecil dari keseluruhan dunia. Manusia adalah mahluk terbatas, sehingga dunia yang bisa dibangunpun mungkin bisa disebut dunia yang terbatas. Konsep ruang dan waktu menyebutkan bahwa manusia berpindah dari area kehidupan yang satu ke area kehidupan lainnya. Dunia sebagai keseluruhan, menurut pandangan filsafat klasik, adalah bidang dari segala bidang-bidang lainnya. Dunia adalah jaringan dari keseluruhan, namun manusia tidak akan pernah bisa memahami ini, karena pengetahuan manusia selalu terbatas.
    Akibatnya banyak manusia kini kehilangan pegangan, karena panduan dunia yang utuh dan menyeluruh telah menghilang. Keyakinan akan kebenaran mutlak dipertanyakan ulang. Sebaliknya imajinasi dan kreativitas justru meningkat, guna mengisi kekosongan yang telah ditinggalkan. Tidak ada pilihan lain, kecuali manusia menjalani ini semua dengan penuh kesadaran dan kebebasan. Dunia manusia, adalah dunia mental yang beragam, terhubung, namun tetap saling berbeda. Tidak ada dunia yang satu, utuh, menyeluruh dan benar secara mutlak. Hal ini berlaku tidak hanya di dalam ranah ilmu pengetahuan, tetapi juga agama. Manusia hanya mampu merumuskan gambarannya tentang Tuhan melalui pengalaman imannya, tetapi tidak pernah dapat sungguh memahami, apa itu Tuhan sejatinya. Karena dunia begitu luasnya sehingga sulit untuk membayangkannya, begitupun dengan pikiran manusia, walaupun secara fisik hanya terlihat sebagai segumpal otak, namun kemampuannya menjelajah lebih dari apa yang bisa dibayangkan oleh manusia.
Dalam membangun dunia, manusia dengan segala keterbatasannya mungkin bisa memulai dengan berpikir kritis dan melakukan olah pikir yang dilanjutkan dengan refleksi. Saat berpikir, manusia mampu berimajinasi dan mencipta kreatifitas dalam pikirannya. Tapi tetap sesuai dengan kadar keterbatasannya. Manusia mampu membangun atau mengembangkan potensi rasa dan karsa. Manusia, masing-masing memiliki dunia yang mereka ciptakan sendiri, setiap manusia punya cerita. Dan walaupun manusia terbatas, manusia juga memiliki kebebasan untuk menciptakan hal-hal baru secara kreatif, dan tanpa batas. Jika kita membentuk setengah dunia dengan ekstensif maka separuh dunia yang lain adalah tidak ekstensif dan jika kita membentuk separuh dunia dengan intensif maka separuh dunia yang lain adalah tidak intensif. Tidak ekstensif dan tidak ekstensif membangun dunia yang tidak ontologi. Maka sebenar-benar kita membangun dunia ontologi hanya mencakup separuh dunia karena separuh dunia yang lain adalah tidak ontologi. Jika kita ingin membangun dunia epistemologi hanyalah mencakup separuh dunia, karena separuh dunia yang lain adalah tidak epistemologi. Untuk lebih memahami bahwa separuh dunia yang kita pelajari adalah aksiologi dan separuh dunia yang lain adalah tidak aksiologi maka kita perlu mengkaji dari dunia-dunia yang lain. Misalnya ketika kita bicara mengenai hakekat sebuah objek, maka kita akan bertemu bahwa hakekat objek tersebut mengandung unsur baik sekaligus buruk dan unsur benar sekaligus salah. Ketika kita bicara mengenai fatal dan vital, maka kita akan memahami bahwa fatal dan vital memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Maka setiap unsur yang kita pelajari membangun dunianya dengan baik dan buruk atau dengan benar dan salah. Maka sebenar-benar jika kita membangun dunia dengan aksiologi hanyalah mencakup separuh dunia, karena separuh dunia yang lain adalah tidak aksiologi. Jadi untuk membangun dunia kita masing-masing secara lengkap, maka kita harus mengharmonikan segala yang ada dan yang mungkin ada. Ketika membangun dunianya, manusia memerlukan ilmu pengetahuan.
Membangun Pengetahuan
Dalam filsafat ilmu, pengetahuan sering dikaitkan dengan epistemologi, namun pengetahuan itu akan menjadi lengkap jika diketahui aspek ontologi dan aksiologinya juga. Dalam membangun pengetahuannya, manusia menempuh berbagai hal, baik yang disadari maupun yang tak disadarinya. Pengetahuan bisa diperoleh dari mana saja. Manusia mampu membangun pengetahuan yang diperolehnya, berdasarkan pengalaman yang dialaminya, seperti kata pepatah bahwa “kita bisa belajar sesuatu dari pengalaman”. Selain pengalaman, kebiasaan juga bisa membantu membangun pengetahuan, terutama kebiasaan membaca. Manusia bisa karena terbiasa. Ketika membangun pengetahuan, diperlukan pembenaran secara umum, oleh karena itu perlu adanya pihak-pihak luar yang terlibat.Untuk memperoleh pembenaran umum atas pembangunan pengetahuannya, manusia memerlukan bahasa dan kemampuan berpikir secara rasional, logis dan sistematis. Dengan bahasa, manusia mampu mengkomunikasikan secara efektif jalan pikiran atau kerangka pikir serta segala penemuan dari produk pikirannya kepada manusia lain. Selanjutnya kemampuan berpikir secara rasional, logis dan sistematis membantu manusia dalam hal bernalar. Namun tidak semua kegiatan bernalar manusia berdasarkan penalaran ilmiah, ada juga yang disebut sebagai intuisi. Dari kumpulan pengetahuan hasil olah pikir, manusia mendapatkan ilmu. Maka hasil dari membangun pengetahuan bisa dikatakan adalah ilmu. Jika manusia tahu kebenaran yang mendasar tentang segala sesuatu, maka itulah inti pengetahuan. Ketika membangun pengetahuannya, maka manusia juga membangun hidupnya.
Membangun Hidup
Dalam menjalani hidup ini pastilah kita mempunyai rencana-rencana untuk meraih sebuah tujuan hidup kita. Rencana itu lahir dari sebuah pemikiran. Tetapi tidak semua yang kita rencanakan akan berjalan seperti apa yang telah kita rencanakan.bahkan terkadang apa yang kita lakukan bertolak belakang dengan rencana awal kita. Karena pemikiran kita mencakup hal yang ada dan yang mungkin ada. Dan banyak kemingkinan hambatan-hambatan yang akan terjadi sehingga akan mempegaruhi ketercapaiannya rencana kita. Maka sebenar-benar apa yang kita lakukan tidak mencakup semua yang kita rencanakan.
   Manusia mampu membangun hidupnya berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya. Untuk hidup dengan baik dan benar, manusia harus punya tujuan hidup. Sehingga dalam membangun hidupnya, manusia terlebih dahulu harus memikirkan tujuan hidupnya, misalnya apakah manusia harus hidup dengan hanya mengikuti arus yang mengalir atau sesekali melawan arus. Ada 3 sifat manusia yang ditinjau dari filosofi hidupnya, yaitu: (1) manusia yang lemah, (2) manusia yang netral dan (3) manusia yang kuat. Manusia yang lemah adalah manusia yang tidak mempunyai tujuan hidup yang kuat, manusia ini tidak tahu untuk apa dia hidup dan tidak berusaha mengetahui kebenaran di balik fenomena sehingga terkadang baik atau buruk dapat di jalaninya. Manusia yang netral adalah manusia yang mempunyai tujuan dan prinsip hidup, namun tidak cukup kuat. Manusia ini berusaha mencari kebenaran di balik fenomena dan sekaligus hidup dalam kebijakan dan kebenaran, manusia jenis ini bebas dan netral, tidak kurang dan tidak lebih. Manusia yang kuat adalah manusia yang memegang kuat tujuan dan prinsip hidupnya, sehingga manusia ini sanggup melakukan apa saja, demi tercapai tujuan tersebut. Manusia jenis ini merasa lebih unggul dari pada manusia lain.
   Sesungguhnya setiap manusia memiliki prinsip dan tujuan hidup yang baik ketika berusaha membangun hidupnya. Namun banyak faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pembangunan hidup manusia. Pengaruh paling besar adalah panca indera, terutama pendengar dan pelihat. Manusia mudah sekali dipengaruhi melalui kedua panca indra ini. Oleh sebab itu manusia harus bisa mengendalikannya dengan baik. Ketika prinsip dan tujuan hidupnya telah diputuskan dengan baik, maka manusia akan akan mampu membangun serta menata hidupnya ke arah yang lebih baik lagi.
Dalam menjalani hidup ini pastilah kita mempunyai rencana-rencana untuk meraih sebuah tujuan hidup kita. Rencana itu lahir dari sebuah pemikiran. Tetapi tidak semua yang kita rencanakan akan berjalan seperti apa yang telah kita rencanakan.bahkan terkadang apa yang kita lakukan bertolak belakang dengan rencana awal kita. Karena pemikiran kita mencakup hal yang ada dan yang mungkin ada. Dan banyak kemingkinan hambatan-hambatan yang akan terjadi sehingga akan mempegaruhi ketercapaiannya rencana kita. Maka sebenar-benar apa yang kita lakukan tidak mencakup semua yang kita rencanakan.
Membangun Pendidikan Matematika
  Ketika manusia telah mampu membangun dunia, pengetahuan dan hidupnya, maka manusia juga mampu membangun pendidikan matematikanya. Dalam proses pembangunannya, manusia harus mampu membedakan ontologi, epistemologi serta aksiologi antara pendidikan matematika dan matematika murni. Pada pendidikan matematika, manusia berusaha diajarkan didikan matematika sebagai bagian dari membangun pengetahuan, hidup dan juga dunia. Semuanya saling terkait satu sama lain, pendidikan berkepentingan membangun hidup, pendidikan juga berkepentingan membangun pengetahuan, dan hidup serta pengetahuan berkepentingan membangun dunia.
Untuk membangun pendidikan matematika, manusia perlu mengetahui ontologi pendidikan matematika, epistemologi pendidikan matematika serta aksiologi pedidikan matematika. Ontologi dapat kita pahami sebagai hakekat dari sesuatu, untuk memahami hakekat dari sebuah unsur maka kita perlu berfikir ekstensif dan intensif. Epistemologi adalah metode dalam mempelajari suatu unsur. Dalam mempelajari sesuatu terkadang ada sumber-sumber yang mendukung apa yang kita pelajari, tetapi tidak semua hal yang kita pelajari mempunyai sumber. Aksiologi dapat kita artikan sebagai manfaat dari sesuatu yang kita pelajari. Setiap hal yang kita pelajari pasti memiliki unsur baik atau tidak baik maupun benar atau salah.
Begitu banyak penerapan filsafat dalam pendidikan matematika, maka kita harus senantiasa belajar dan belajar, agar kita bisa menstransformasikan dunia, dari dunia satu kedunia yang lain, begitu pula dalam belajar filsafat pendidikan matematika. Setinggi-tingginya belajar filsafat pendidikan matematika ialah sampai pada keadaan dimana pada akhirnya siswa sebagai matematika yaitu siswa sendiri yang membangun konsep matematikanya dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
Sumber:


Kamis, 07 November 2013

Refleksi 6 Perkuliahan Tgl 1 November 2013



SEJARAH ALIRAN FILSAFAT
Segala sesuatunya berangkat dari yang ADA. “Ada” itu bermacam-macam, 1001 macam sifat yang melekat pada yang “ada”. Yang “ada” itu bisa bersifat tetap dan bisa bersifat berubah. Bersifat tetap berkiblat pada Permenides dan bersifat berubah berkiblat pada Heraclitos. Kemudian segala yang “ada” itu terdapat unsur turun dan unsur naiknya. Unsur turun dan naik yang dimaksud adalah dimensinya, yang terdiri dari material, formal, normatif dan spiritual. Menurut pandangan Permenides, maka yang “ada” cuma ada satu karena bersifat tetap. Sedangkan menurut pandangan Heraclitos yang “ada” banyak sebab selalu berubah-ubah. Sehingga “ada” yang bersifat tetap itu cenderung ke monolism dan “ada” yang bersifat berubah itu cenderung bersifat pluralism. Atau bisa juga dikatakan “ada” menurut pandangan Heraclitos lebih bersifat duniawi, sedangkan pandangan Permenides tentang “ada” lebih kepada akhirat. Yang “ada” itu bisa di dalam dan bisa di luar juga.
Sehingga jika kita berbicara tentang yang “ada” mengapa bersifat tetap dan bersifat berubah serta dibatasi oleh ruang dan waktu maka akan terjadi pertikaian. Dalam filsafat, ada toleran terhadap ruang dan waktu sehingga gampang sekali orang berfilsafat itu. Hal ini dikarenakan pengalaman yang sudah ada tentang berfilsafat. Beda dengan filsuf terdahulu yang belum dibarengi oleh pengalaman, sehingga mudah saja bagi seorang Permenides mempercayai bahwa yang “ada” itu bersifat tetap dan terus mempertahankan pendapatnya bahwa segala sesuatu itu bersifat tetap, begitu pula dengan Heraclitos yang juga tetap mempertahankan pedapatnya bahwa segala yang “ada” itu berubah. Selanjutnya muncul filsuf-filsuf baru sebagai pengikut mereka berdua. Permenides dengan kepercayaan tetapnya diikuti oleh Plato yang menganut filsuf Idealisme. Kemudian serta merta dibantah oleh muridnya, Aristoteles, yang menganut paham realisme. Aristoteles lebih cenderung pada perubahan.
Yang tetap itu yang ada dalam pikiran dan yang berubah itu yang ada di luar pikiran. Manusia itulah tetap, dari awal zaman sampai akhir zaman tetaplah manusia itu adalah ciptaan Tuhan dan itu tidak bisa dibantah. Lalu yang berubah apanya? Yang berubah adalah pakaian, berat badan, kandungan dalam tubuh dan lain sebagainya.
Selanjutnya dengan berbagai variasi filsafat ilmu yang ada, mucul pula nama Rene Descartes yang sejalan dengan Plato dan Permenides (alirannya sejenis tapi beda rasa), Rene Descartes menganut Rasionalisme. Kemudian ada David Hume yang sejalan dengan Heraclitos dan Aristoteles tapi pada penekanan yang berbeda. David Hume menganut paham empirisisme.
Rene Descartes berangkat dari pendapat Permenides yang mengatakan bahwa segala sesuatunya itu tetap, maka bisa dikatakan jika matematika itu tetap, sudah lengkap dalam pikiran manusia tapi mengapa manusia belum mampu menemukannya? Karena manusia terbalut dalam badannya sehingga menjadi bodoh karenanya. Sehingga menimbulkan pertentangan dengan pengikut Heraclitos melalui buku-buku yang diterbitkan, layaknya ombak yang naik turun, sama-sama mempertahankan pendapat masing-masing antara rasionalism dan empirisism.
Akibatnya muncullah sang juru damai dalam filsafat yakni Imanuel Imanuel Kant. Karena Imanuel Imanuel Kant adalah sang juru damai, maka lengkaplah gelar Imanuel Imanuel Kant sebagai filsuf. Imanuel Imanuel Kant bisa disebut sebagai penganut rasionalism dan bisa juga disebut sebagai penganut empirisism. Sebagai juru damai, Imanuel Kant mengatakan pada Rene Deskartes bahwa bukan karena rasionalism tidak penting tapi itu karena Descartes terlalu mengagung-angungkan rasionalism dan kurang menghargai pengalaman. Begitupun pada David Hume yang terlalu mengagung-agungkan empirisism, Imanuel Kant mengatakan bahwa David Hume juga kurang menghargai rasionalism. Sehingga Imanuel Kant merumuskan bahwa Rene Descartes itu bersifat Analitik Apriori dimana kebenarannya bersifat koherensi atau kebenaran konsisten sedangkan David Hume memiliki sifat Sintetik Aposteriori dimana kebenarannya bersifat korespondensi. Sehingga pengalaman itu adalah sintetik dan logika manusia itu analitik, maka Imanuel Kant memproklamirkan bahwa ilmu adalah Sintetik Apriori di mana Imanuel Kant mengambil Sintetik dari David Hume sedangkan Apriori diambil dari Rene Descartes. Maka ilmu menurut Imanuel Kant haruslah gabungan dari pengalaman dan logika, logika saja dan tidak ada pengalaman itu sama saja dengan kekosongan, dan pengalaman saja tanpa logika akan menjadi buta. Sehingga menurut Imanuel Kant, keduanya (David Hume dan Rene Descartes) harus berjuang agar tidak menjadi buta dan kosong. Itulah hakekat dalam mencari ilmu.
Oleh karena itu dalam matematika murni, yang hanya analitik apriori saja dan tidak peduli kepada penerapannya, maka dia terancam bukan menjadi ilmu. Karena itu merupakan separuh ilmu saja menurut Imanuel Kant.
Kemudian muncullah antitesis dari semuanya (filsafat). Filsafat selalu dilalui oleh tiga jalur yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi yang terus mengalir dan akhirnya lahirlah August Comte yang mengklaim dirinya sebagai Positivisme. Positivisme adalah kaum yang merasa gerah dan tidak nyaman terhadap hiruk pikuk diskusi yang begitu heboh dan tidak bermanfaat sama sekali. Sehingga kaum positivisme mengeluarkan semboyan “go to hell filsafat”. Menurut Comte jika ingin membangun masyarakat, manusia tak perlu repot-repot berfilsafat, praktis saja, gunakan ilmu pegetahuan untuk secara kongkrit untuk mewujudkan masyarakat yang diingikan itu seperti apa. August Comte juga menabuh genderang perang terhadap spiritualisme. Tapi kaum spiritualisme tidak mengerti dan juga tidak menyadarinya. Sehingga August Comte menempatkan spiritual pada dimensi paling bawah, selanjutnya disusul oleh tradisional, selanjutnya paling atas adalah maju. Secara tak langsung August Comte berpendapat jika ingin maju, maka tinggalkanlah spiritualisme, itu terjadi dua abad yang lalu yaitu abad ke-19. Pada saat itu sebenarnya spiritualism telah ditinggal dan sudah dipinggirkan namun siapa yang tahu dan siapa yang peduli. Kemudian tidak pula muncul karya-karya spiritualism yang berusaha membenarkan dan membangun. Menurut August Comte sebagian dari spiritual ini bersifat irrasional karena pikirannya tidak mampu menjelaskannya. Untuk mewujudkan masyarakat yang maju manusia harus berpikir rasional, yang terukur dan bersifat scientific. Maka dari sinilah segala macam persoalan hidup muncul, juga muncul metodologi pengetahuan segala macam pengetahuan yang bersifat logi-logi itu, misalnya biologi, geologi, psikologi dan seterusnya. Maka sekarang ini kita tinggal menerima dampak dan akibatnya, di mana kadang-kadang kalau manusia tidak paham, manusia bisa terkejut dan terheran-heran, terutama terheran-heran terhadap diri kita masing-masing.
Akibatnya adanya benturan antara dunia Barat dan dunia Timur, sulit untuk bisa saling berkompromi. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan susunan dimensi material antara Dunia Barat dan Dunia Timur. Pada pandangan dunia Timur, dimensi spiritual diletakkan di dimensi tertinggi dan sebaliknya pada pandangan dunia Barat, dimensi spiritual diletakkan di dimensi paling bawah. Jadi sebenarnya genderang perang itu sudah ditabuhkan dari dulu tapi hanya orang yang belajar saja yang mampu memahami adanya genderang perang itu.
Karena munculnya kemajuan ini, maka muncullah fase era eksploitasi. Mulai dari perkembangan IPTEK sampai pada hedonism untuk eksploitasi dunia. Kemudian tanpa disadari oleh kaum Timur dan kaum spiritual, kaum intelek telah menyusup ke segala macam segmen kehidupan, serta menyeruak dan melahirkan fenomena baru yang disebut dengan Power Now, dimana Power Now itu menganggap struktur dunia yang paling rendah adalah masyarakat Archaic (masyarakat batu), selanjutnya diatasnya ada masyarakat tribal, tradisional, feodal, modern, post modern, post post modern contemporer, dan paling atas adalah Power Now. Dalam filsafat, sistem yang tidak dikehendaki adalah Dajjal. Empat pilar utama Power Now adalah neokapitalisme, neoutilitirian, neopragmatism dan neohedonism. Mereka mengeksploitasi kita semua. Oleh karena itu kita akan menghadapi fenomena-fenomena unpredictable (di luar kelaziman dan di luar kewajaran). Tidak perlu jauh-jauh contohnya adalah diri kita masing-masing, tanpa disadari diri kita sendiri telah berubah menjadi Power Now.

Kamis, 31 Oktober 2013

Refleksi 5: Perkuliahan Tgl. 25 Oktober 2013


Keragu-raguan
Filsafat adalah olah pikir, dan olah pikir itu disarankan untuk ragu-ragu, bimbang dan bingung tapi jangan pernah ragu dengan hati. Dalam filsafat digunakan bahasa analog, sebab masih berhubungan dengan dunia dan hati itu adalah urusan akhirat. Manusia tak boleh sekali-sekali meragukan akhiratnya. Maka dari itu tetapkanlah hati sebagai komandan ketika mengarungi dunia ini. Artinya ketika sudah mulai merasa kacau dan ragu-ragu dalam tindakan dan beribadah maka hentikan dulu kegiatan berpikir atau berhenti untuk berfilsafat dan intensifkan doa, kalau perlu dengan bimbingan spiritual dari ustad.
Dalam rangka untuk mengembangkan keragu-raguan di dlam pikiran itu harus berlandaskan pada hati yang tidak boleh ada keragu-raguan di dalamnya. Karena ketika ada setengah saja keragu-raguan dalam hati, maka itu sudah ada syaitan.
Cara filsuf menyebarkan filsafatnya hingga terkenal
Para filsuf terkadang tidak merasa bahwa dia sedang berfilsafat, dia hanya merasa berkarya saja atau berpikir saja. Contohnya Socrates, tak pernah sekalipun dia berpikir sedang berfilsafat tapi dia hanya ingin mencari kebenaran saja, memikirkan segala  kebenaran dibalik fenomena alam terutama filsafat manusia. Kemudian oleh muridnya, Plato disalinlah biografinya Socrates. Ternyata menurut kategori sekarang ini apa yang dipikirkan Socrates termasuk metodologi berfilsafat, yakni dengan terus-menerus mengajukan pertanyaan. Namun ada juga yang memiliki kesadaran berfilsafat tapi tidak semata-mata karena dia ingin menjadi filsuf besar. Contoh lainnya Imanuel Kant yang hanya sekedar mencari solusi dari keadaan dimana saat itu terjadi pertentangan hebat antara kaum empiris dan kaum rasional. Imanuel Kant mengeluarkan 3 buku untuk menyebarkan pandangan filsufnya. Secara umum bukunya membahas tentang berpikir kritis. Para filsuf biasanya menyebarkan ilmu filsafat lewat tulisan-tulisannya. Namun tokoh-tokoh filsuf Indonesia itu tidak terlalu banyak yang tahu, sebab tidak ditemukannya karya-karya mereka (tulisan-tulisan mereka). Contoh filsuf Indonesia adalah Jangka Jayabaya.
Memilih Filsafat Yang Tepat
Sebagai seorang pemula, belum bisa memilih sebab harus mengenal tokok-tokoh filsafat dulu, selanjutnya punya pengetahuan yang luas, dan terakhir adalah mampu. Caranya adalah denga banyak-banyak membaca buku filsafat. Namun adalah filsafat yang tidak harus langsung segera dibaca yakni filsafat Perenial, sebab filasat ini berusaha membuat satu agama baru dengan cara mensejajarkan semua agama di muka bumi ini dan membandingkannya satu per satu. Yang hasilnya nantinya akan menjadi unik. Jika belum banyak membaca filsafat yang lain makan jangan membaca filsafat ini dulu, karena nantinya akan menimbulkan kebingungan. Contoh radikal, kata-kata yang berbunyi “Matinya Tuhan”, bagi orang awam yang belum banyak membaca buku filsafat, kata-kata “Matinya Tuhan” itu sangat menyakitkan, aneh dan mengejutkan. Tapi bagi orang yang sudah belajar filsafat dan banyak membaca buku filsafat, kata-kata itu biasa saja dan tak masalah sebab dia bagian dari bahasa analog. Dalam filsafat, “Matinya Tuhan”  berarti tentang kematian Tuhan dalam diri manusia. Contohnya : manusia yang sudah lupa pada sholatnya, ini termasuk tanda-tanda adanya gejala kematian Tuhan dalam diri manusia. Jadi bukan dalam artian yang sesungguhnya. Sehingga dalam mempelajari filsafat juga dibutuhkan sikap hati-hati, harus disesuaikan dengan ruang dan waktunya.
Diantara semua filsuf, Imanuel Kant adalah filsuf paling lengkap sebab filsafatnya itu diibaratkan sebagai muara. Muara selalu di warnai oleh dua sungai, oleh karena itu sangat strategis. Jika seseorang ingin belajar filsafat, dari sungai manapun pasti akan ketemu dengan sungai yang lain, tergantung dengan perahu, dayung dan arahnya. Contoh kongkritnya, misalkan jika mengambil jurusan filsafat dan memilih desertasi tentang Socrates pasti nantinya akan bertemu juga dengan Imanuel Kant, Plato, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan filsafat itu lebih dari sekedar kualitatif, lebih cair dari air, lebih beruap dari pada uap. Pikiran filsuf bisa sangat cepat dan menyebar kemana-mana padahal filsuf hanya manusia biasa, bagaimana sang Kuasa, jika makhluk ciptaan-Nya saja mampu melakukan hal ini. Subhanallah.
Pokok persoalan filsafat adalah sulitnya menjelaskan apa yang terjadi di dalam pikiran manusia. Karena apa yang dipikirkan ada di dalam pikirannya, maka persoalannya adalah bagaimana manusia itu mampu menjelaskan kejadian yang berlangsung dalam pikirannya pada orang lain. Sedagkan jika itu berada di luar pikiran manusia, maka kesulitannya adalah bagaimana manusia itu mampu memahaminya. Sehingga bagi seorang dosen filsafat itu, bukan alirannya yang penting, tapi lebih melihat pada implikasi-implikasi yang bermanfaat
Konsep Positivisme Comte
Kaum positivisme tidak percaya pada filsafat. Comte ingin memutuskan sejarah, beliau berpendapat bahwa berhentilah berfilsafat, karena jalan pikiran filsuf terlalu bertele-tele, beliau lebih memilih berpikir praktis tentang kepentingan hidup dan membangun dunia baru. Dunia baru yang dipikirkan Comte itu berada di bawah spiritual, di atas tradisional dan modern. Dunia spiritual dianggap menghambat kemajuan peradaban manusia, karena sebagian spiritual itu dianggap tidak logis. Hal ini merupakan cikal bakal ilmu pengetahuan segala bidang ilmu yang namanya selalu diikuti oleh kata “ilmu” atau “logi”. Contohnya psikologi, biologi, geologi dan lain sebagainya merupakan derifat dari positivisme dan pokok pangkalnya terpinggirkannya agama. Dan pada akhirnya berubah menjadi Kapitalisme yang berpusat pada negara-negara barat khususnya Amerika Serikat. Kapitalisme berwajah empat yakni neokapitalisme, pragmatisme, utilitirian dan hedonisme.   Bijaksana orang barat dan orang timur itu berbeda, orang barat dikatakan bijaksana jika ia mampu mencari sedangkan orang timur dikatakan bijaksana jika ia mampu memberi.
Cara mentransformasikan ilmu filsafat
Filsafat bukan disampaikan, tapi manusia itu sendiri yang menciptakannya dengan cara banyak membaca. Filsafat juga tidak harus dihafalkan.
Hubungan filsafat dan liberal
Liberalisme adalah bagian dari politik, termasuk juga Fondamentalist, sedangkan bagian filsafatnya adalah fondasinalisme. Dalam politik pendidikan ada liberalisme juga.

Jumat, 25 Oktober 2013

Refleksi ke-4 Perkuliahan tgl :11 Oktober 2013


Sejarah Hakekat Tuhan

Filsafat adalah olah pikir. Berfilsafat sama halnya dengan mencari hakekat.

Tuhan mendahului segala sesuatunya, mendahului segala apapun yang diciptakan-Nya. Sehingga Tuhan sendirilah yang mempunyai sejarah bukan manusia. Manusia sejarahnya sangat terbatas dan sangat relative, maka sebenar-benarnya sejarah adalah milik Tuhan. Apalah daya manusia mengetahui sejarah, jangankan sejarah Tuhan, sejarah tentang manusia itu sendiripun belum tentu paham. Apalah daya manusia memahami sejarah dirinya, memahami dirinya satu titik saja belum tentu bisa. Manusia tak mampu mengerti hakekat dirinya pada satu titik dan pada satu tempat, apalagi sejarah yang merentang antara ruang dan waktu. Ini adalah suatu persoalan yang cukup rumit dan besar. 

Manusia harus mampu mensyukuri nikmat keterbatasan yang di karuniakan oleh Tuhan. Maka untuk menjawab tentang masalh sejarah hakekat Tuhan, maka sudah bukan wilayah filsafat lagi tapi memasuki wilayah spiritual. Artinya bukan olah pikir lagi tapi olah hati. Ada kalanya ketika manusia sedang berdoa, mereka masih menggunakan otaknya untuk mengontrol. Namun ketika sudah intensif, manusia bisa berhenti berpikir/menggunakan otak, namun manusia tak mampu menebak kapan itu bisa terjadi.  Manusia yang pengetahuan spiritualnya tinggi belum tentu kualitas spiritualnya juga tinggi. Hanya manusia itu sendiri dan Tuhan yang tahu tentang kualitas spiritual masing-masing.
Alam semesta juga merupakan bagian dari misteri Tuhan. Struktur alam semesta itu sangat kompleks. Jika manusia sudah mampu mengetahui misteri alam semesta, maka manusia juga mampu mengungkap misteri Tuhan. Contohnya ketika manusia mempelajari unsur-unsur alam seperti air dan api, manusia hanya mampu mengetahui sampai batas unsur-unsur terkecil yang disepakati, selebihnya masih menjadi misteri. Maka untuk mengetahui sejarah hakekat Tuhan, tetapkanlah hatimu sebagai komandanmu, karena jika tidak, bisa saja pengembaraan pikiran yang sudah terlalu jauh, tidak akan bisa kembali lagi.

Pengetahuan manusia saat ini tentang alam semesta adalah ibarat setitik pasir di pantai. Pergerakan manusia di alam semesta ibarat pergerakan semut di gerbong rel kereta api. Manusia tak mampu merasakan pergerakan bumi berputar pada porosnya sekaligus mengelilingi matahari. Untuk memperoleh suatu ilmu diperlukan pengalaman yang panjang. Karena pengalaman adalah separuh dari ilmu, dan yang separuh lagi adalah memikirkannya. Ilmu itu tidak diperoleh secara instan. Maka untuk mengetahui sejarah hakekat Tuhan dibutuhkan waktu dan pengalaman yang panjang.

Pembelajaran hafalan dalam filsafat

Metode hafalan dalam filsafat adalah metode yang naif, karena itu tidak akan mencapai sasaran, dan sasarannya adalah pemahaman. Tujuan pembelajaran filsafat supaya yang mungkin ada itu menjadi ada. Maka jika itu diibaratkan sebagai gunung, kita harus mampu mengempurnya dari segala sisi. Karena saking banyaknya kajian filsafat itu. Maka melalui-melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Prof. Marsigit lah diharapkan mahasiswa mampu mengerti tentang yang ada dan yang mungkin ada. Guru yang paling mengerikan adalah guru yang tidak mau/tidak suka diberi pertanyaan oleh muridnya. 

Tokoh filsafat baru

Filsafat itu selalu berdimensi, tokoh-tokohnya itu juga berdimensi karena pikirannya juga berdimensi. Dimensi menyangkut struktur, sedangkan struktur dunia itu adalah yang ada dan yang mungkin ada.  Ada filsafat formal dan ada filsafat normatif. Material filsafat adalah material, formalnya filsafat adalah formal, dan normatifnya filsafat adalah normatif. Maka bentuk formal filsafat itu bermacam-macam, ada buku-bukunya, tulisannya dan sebagainya. Tokohnya yang paling terkenal ada Plato, Socrates (tokoh-tokoh formal), normatifnya adalah pikiran-pikirannya, dan ide-idenya. Pertanyaannya sekarang adalah seberapa jauh persamaan persepsi atau ide-ide kita dengan ide-ide Plato atau Socrates?

Maka bisa disimpulkan bahwa filsafat itu adalah diri kita sendiri, maka tokoh-tokoh filsafat baru adalah kita sendiri, atau bisa dikatakan tokoh substansinya. Maka dalam berfilsafat kita sendirilah tokohnya itu. Salah satu fungsi pembelajaran filsafat adalah agar kita mampu membebaskan pikiran kita dari keterkungkungan tokoh-tokoh lain, dalam hal metodologi berpikirnya sesuai dengan dimensi ruang dan waktu.

Kamis, 26 September 2013

Filsafat Ilmu


Filsafat memiliki 3 pilar yaitu pilar hakikat, pilar estimologi dan pilar aksiologi. Dalam pandangan filsafat hanya ada dua hukum di dunia ini yaitu hukum identitas dan hukum kontradiksi. Pada hakikatnya, filsafat adalah berpikir (menuntut ilmu), artinya meng-ada-kan sesuatu yang masih mungkin ada menjadi ada.
Landasan pertama para filsuf terdahulu adalah rasa ingin tahu karena ingin mengubah mitos menjadi logos. Dan yang paling pertama diselidiki adalah alam, obyeknya adalah benda-benda alam semesta. Filsuf terdahulu ada yang berpikir bahwa bumi hanya terbentuk dari air, hanya terbentuk api atau hanya dari tanah. Filsafat adalah hidup, termasuk di dalamnya usaha, ikhtiar dan doa. Filsafat harus berhenti di area spritual, ada saatnya ketika kita berdoa maka filsafat kita harus terhenti, kita tidak sedang berpikir ketika berdoa. Manusia adalah subyek terhadap semua amal perbuatannya (predikat).
Filsafat masih sulit diterima oleh banyak orang karena menggunakan bahasa analog. Bahasa analog adalah bahasa metafisik. Filsafat adalah dimensi, filsafat mengomunikasikan dimensi yang ada, baik dimensi vertikal maupun dimensi horisontal, beberapa orang hanya nyaman pada dimensi tertentu, misalnya hanya nyaman pada dimensi spiritual. Filsafat mengomunikasikan dimensi yang satu dengan dimensi lainnya dengan menggunakan bahasa analog. Sehingga yang mengerti adalah diri kita sendiri. Karena setiap orang memiliki filsafatnya masing-masing. Kemudian mengapa manusia berfilsafat? Pertanyaan ini sama saja dengan pertanyaan mengapa manusia berpikir? Definisi filsafat menurut orang yunani adalah olah pikir, sehingga ketika manusia sedang berfilsafat sama saja dia sedang berpikir. Kita bisa buktikan lewat eksperimen, karena dalam filsafat ilmu, laboratorium bisa dilakukan dimana dan kapan saja [isi laboratorium filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada]. Eksperimen pertama, seandainya manusia hanya memiliki perasaan dan tidak memiliki pikiran, maka manusia hanya akan melakukan 2 pekerjaan yakni berkasih sayang dan berperang. Sebaliknya eksperimen kedua, seandainya manusia hanya memiliki pikiran tanpa punya perasaan, maka manusia tidak lebih hanya seperti alien ciptaan masyarakat global yang hanya memikirkan cara menguasai dunia [pembuatan senjata dengan teknologi tinggi untuk berperang].