Filsafat adalah ilmu yang
mempelajari segala yang ada dan yang mungkin ada. Belajar filsafat adalah
belajar memahami pikiran para filusuf. Segala yang ada dan yang mungkin ada ada
filsafatya. Sebagai calon guru matematika maka kita harus mengenal filsafat pendidikan
matematika. Agar nantinya kita dapat
menjalankan amanah sebagai seorang guru dengan baik dan benar-benar bisa
mempertanggung jawabkan dari segala hal yang kita lakukan. Hal tersebut
merupakan salah satu manfaat dari belajar filsafat pendidikan matematika.
Jika kita membangun dunia dengan
filsafat, maka kita tidak terlepas dari penerapan filsafat itu sendiri.
Misalnya dalam matematika kita mengenal mengenai ax2, maka dalam hal
ini kita melakukan intuisi 2 dalam 1, sedangkan ketika kita menambahkannya
dengan bx, maka pada saat itu kita fokus terhadap bx, tetapi saat itu pula kita
masih memikirkan ax2. Atau dalam hal lain kita juga mengenal bahwa
sebuah bilangan apabila dibagi dengan tak hingga maka hasinya adalah nol. Kita
dapat menterjemahkan ini kedalam filsafat, sebuah bilangan yang dimaksud dapat
kita isi dengan bilangan berapapun, dalam hal ini dapat kita terjemahan sebuah
bilangan tersebut dengan dosa-dosa kita, sedangkan tak terhingga dapat kita
terjemahkan seringnya kita meminta maaf dan nol dapat kita artikan dengan
keadaan suci.
Dalam matematika kita juga mengenal
bahwa sebuah bilangan di pangkatkan nol maka hasilnya adalah satu. Dalam hal
ini dapat kita terjemahkan bahwa nol adalah keikhlasan dan satu adalah keesaan
Tuhan, hal ini berarti setinggi-tinggi derajat manusia adalah manusia yang
ikhlas.
Membangun
Dunia
Untuk
membangun dunia, manusia harus tahu dulu, dunia seperti apa yang diinginkannya?
Serta apa tujuan keberadaannya di dunia yang dia bangun itu? Serta ontologi,
epitemologi dan aksiologi dunia itu. Dunia kita bukan hanya dunia fisik tapi
juga dunia hayat. Konsep dunia sebenarnya jauh lebih luas dari pada apa yang
bisa kita lihat saat ini. Saat mempelajari ilmu filsafat, diketahui bahwa
lingkup filsafat mempelajari yang ada dan yang mungkin ada. Alam semesta/dunia
yang terjangkau secara fisik, mungkin hanya bagian kecil dari keseluruhan
dunia. Manusia adalah mahluk terbatas, sehingga dunia yang bisa dibangunpun
mungkin bisa disebut dunia yang terbatas. Konsep ruang dan waktu menyebutkan
bahwa manusia berpindah dari area kehidupan yang satu ke area kehidupan
lainnya. Dunia sebagai keseluruhan, menurut pandangan filsafat klasik, adalah
bidang dari segala bidang-bidang lainnya. Dunia adalah jaringan dari
keseluruhan, namun manusia tidak akan pernah bisa memahami ini, karena
pengetahuan manusia selalu terbatas.
Akibatnya
banyak manusia kini kehilangan pegangan, karena panduan dunia yang utuh dan
menyeluruh telah menghilang. Keyakinan akan kebenaran mutlak dipertanyakan
ulang. Sebaliknya imajinasi dan kreativitas justru meningkat, guna mengisi kekosongan
yang telah ditinggalkan. Tidak ada pilihan lain, kecuali manusia menjalani ini
semua dengan penuh kesadaran dan kebebasan. Dunia manusia, adalah dunia mental
yang beragam, terhubung, namun tetap saling berbeda. Tidak ada dunia yang satu,
utuh, menyeluruh dan benar secara mutlak. Hal ini berlaku tidak hanya di dalam
ranah ilmu pengetahuan, tetapi juga agama. Manusia hanya mampu merumuskan
gambarannya tentang Tuhan melalui pengalaman imannya, tetapi tidak pernah dapat
sungguh memahami, apa itu Tuhan sejatinya. Karena dunia begitu luasnya sehingga
sulit untuk membayangkannya, begitupun dengan pikiran manusia, walaupun secara
fisik hanya terlihat sebagai segumpal otak, namun kemampuannya menjelajah lebih
dari apa yang bisa dibayangkan oleh manusia.
Dalam membangun dunia, manusia
dengan segala keterbatasannya mungkin bisa memulai dengan berpikir kritis dan
melakukan olah pikir yang dilanjutkan dengan refleksi. Saat berpikir, manusia
mampu berimajinasi dan mencipta kreatifitas dalam pikirannya. Tapi tetap sesuai
dengan kadar keterbatasannya. Manusia mampu membangun atau mengembangkan
potensi rasa dan karsa. Manusia, masing-masing memiliki dunia yang mereka
ciptakan sendiri, setiap manusia punya cerita. Dan walaupun manusia terbatas, manusia
juga
memiliki kebebasan untuk menciptakan hal-hal baru secara kreatif, dan tanpa
batas. Jika kita
membentuk setengah dunia dengan ekstensif maka separuh dunia yang lain adalah
tidak ekstensif dan jika kita membentuk separuh dunia dengan intensif maka separuh
dunia yang lain adalah tidak intensif. Tidak ekstensif dan tidak ekstensif
membangun dunia yang tidak ontologi. Maka sebenar-benar kita membangun dunia
ontologi hanya mencakup separuh dunia karena separuh dunia yang lain adalah
tidak ontologi. Jika kita ingin membangun dunia
epistemologi hanyalah mencakup separuh dunia, karena separuh dunia yang lain
adalah tidak epistemologi. Untuk lebih memahami bahwa separuh
dunia yang kita pelajari adalah aksiologi dan separuh dunia yang lain adalah
tidak aksiologi maka kita perlu mengkaji dari dunia-dunia yang lain. Misalnya
ketika kita bicara mengenai hakekat sebuah objek, maka kita akan bertemu bahwa
hakekat objek tersebut mengandung unsur baik sekaligus buruk dan unsur benar
sekaligus salah. Ketika kita bicara mengenai fatal dan vital, maka kita akan
memahami bahwa fatal dan vital memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Maka setiap unsur yang kita pelajari membangun dunianya dengan baik dan buruk
atau dengan benar dan salah. Maka sebenar-benar jika kita membangun dunia
dengan aksiologi hanyalah mencakup separuh dunia, karena separuh dunia yang
lain adalah tidak aksiologi. Jadi untuk membangun dunia kita
masing-masing secara lengkap, maka kita harus mengharmonikan segala yang ada
dan yang mungkin ada. Ketika membangun dunianya, manusia
memerlukan ilmu pengetahuan.
Membangun
Pengetahuan
Dalam
filsafat ilmu, pengetahuan sering dikaitkan dengan epistemologi, namun
pengetahuan itu akan menjadi lengkap jika diketahui aspek ontologi dan
aksiologinya juga. Dalam membangun pengetahuannya, manusia menempuh berbagai
hal, baik yang disadari maupun yang tak disadarinya. Pengetahuan bisa diperoleh
dari mana saja. Manusia mampu membangun pengetahuan yang diperolehnya, berdasarkan
pengalaman yang dialaminya, seperti kata pepatah bahwa “kita bisa belajar
sesuatu dari pengalaman”. Selain pengalaman, kebiasaan juga bisa membantu
membangun pengetahuan, terutama kebiasaan membaca. Manusia bisa karena
terbiasa. Ketika membangun pengetahuan, diperlukan pembenaran secara umum, oleh
karena itu perlu adanya pihak-pihak luar yang terlibat.Untuk
memperoleh pembenaran umum atas pembangunan pengetahuannya, manusia memerlukan
bahasa dan kemampuan berpikir secara rasional, logis dan sistematis. Dengan
bahasa, manusia mampu mengkomunikasikan secara efektif jalan pikiran atau
kerangka pikir serta segala penemuan dari produk pikirannya kepada manusia lain.
Selanjutnya kemampuan berpikir secara rasional, logis dan sistematis membantu
manusia dalam hal bernalar. Namun tidak semua kegiatan bernalar manusia
berdasarkan penalaran ilmiah, ada juga yang disebut sebagai intuisi. Dari
kumpulan pengetahuan hasil olah pikir, manusia mendapatkan ilmu. Maka hasil
dari membangun pengetahuan bisa dikatakan adalah ilmu. Jika manusia tahu
kebenaran yang mendasar tentang segala sesuatu, maka itulah inti pengetahuan. Ketika
membangun pengetahuannya, maka manusia juga membangun hidupnya.
Membangun
Hidup
Dalam menjalani hidup ini pastilah
kita mempunyai rencana-rencana untuk meraih sebuah tujuan hidup kita. Rencana
itu lahir dari sebuah pemikiran. Tetapi tidak semua yang kita rencanakan akan
berjalan seperti apa yang telah kita rencanakan.bahkan terkadang apa yang kita
lakukan bertolak belakang dengan rencana awal kita. Karena pemikiran kita
mencakup hal yang ada dan yang mungkin ada. Dan banyak kemingkinan
hambatan-hambatan yang akan terjadi sehingga akan mempegaruhi ketercapaiannya
rencana kita. Maka sebenar-benar apa yang kita lakukan tidak mencakup semua
yang kita rencanakan.
Manusia
mampu membangun hidupnya berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya. Untuk hidup
dengan baik dan benar, manusia harus punya tujuan hidup. Sehingga dalam
membangun hidupnya, manusia terlebih dahulu harus memikirkan tujuan hidupnya,
misalnya apakah manusia harus hidup dengan hanya mengikuti arus yang mengalir
atau sesekali melawan arus. Ada 3 sifat manusia yang ditinjau dari filosofi
hidupnya, yaitu: (1) manusia yang lemah, (2) manusia yang netral dan (3)
manusia yang kuat. Manusia yang lemah adalah manusia yang tidak mempunyai
tujuan hidup yang kuat, manusia ini tidak tahu untuk apa dia hidup dan tidak
berusaha mengetahui kebenaran di balik fenomena sehingga terkadang baik atau
buruk dapat di jalaninya. Manusia yang netral adalah manusia yang mempunyai tujuan
dan prinsip hidup, namun tidak cukup kuat. Manusia ini berusaha mencari
kebenaran di balik fenomena dan sekaligus hidup dalam kebijakan dan kebenaran,
manusia jenis ini bebas dan netral, tidak kurang dan tidak lebih. Manusia yang
kuat adalah manusia yang memegang kuat tujuan dan prinsip hidupnya, sehingga
manusia ini sanggup melakukan apa saja, demi tercapai tujuan tersebut. Manusia
jenis ini merasa lebih unggul dari pada manusia lain.
Sesungguhnya
setiap manusia memiliki prinsip dan tujuan hidup yang baik ketika berusaha
membangun hidupnya. Namun banyak faktor-faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi pembangunan hidup manusia. Pengaruh paling besar adalah panca
indera, terutama pendengar dan pelihat. Manusia mudah sekali dipengaruhi melalui
kedua panca indra ini. Oleh sebab itu manusia harus bisa mengendalikannya
dengan baik. Ketika prinsip dan tujuan hidupnya telah diputuskan dengan baik,
maka manusia akan akan mampu membangun serta menata hidupnya ke arah yang lebih
baik lagi.
Dalam menjalani hidup ini pastilah
kita mempunyai rencana-rencana untuk meraih sebuah tujuan hidup kita. Rencana
itu lahir dari sebuah pemikiran. Tetapi tidak semua yang kita rencanakan akan
berjalan seperti apa yang telah kita rencanakan.bahkan terkadang apa yang kita
lakukan bertolak belakang dengan rencana awal kita. Karena pemikiran kita
mencakup hal yang ada dan yang mungkin ada. Dan banyak kemingkinan
hambatan-hambatan yang akan terjadi sehingga akan mempegaruhi ketercapaiannya
rencana kita. Maka sebenar-benar apa yang kita lakukan tidak mencakup semua
yang kita rencanakan.
Membangun
Pendidikan Matematika
Ketika
manusia telah mampu membangun dunia, pengetahuan dan hidupnya, maka manusia
juga mampu membangun pendidikan matematikanya. Dalam proses pembangunannya, manusia
harus mampu membedakan ontologi, epistemologi serta aksiologi antara pendidikan
matematika dan matematika murni. Pada pendidikan matematika, manusia berusaha
diajarkan didikan matematika sebagai bagian dari membangun pengetahuan, hidup
dan juga dunia. Semuanya saling terkait satu sama lain, pendidikan
berkepentingan membangun hidup, pendidikan juga berkepentingan membangun
pengetahuan, dan hidup serta pengetahuan berkepentingan membangun dunia.
Untuk membangun pendidikan
matematika, manusia perlu mengetahui ontologi pendidikan matematika,
epistemologi pendidikan matematika serta aksiologi pedidikan matematika. Ontologi
dapat kita pahami sebagai hakekat dari sesuatu, untuk memahami hakekat dari sebuah
unsur maka kita perlu berfikir ekstensif dan intensif. Epistemologi adalah
metode dalam mempelajari suatu unsur. Dalam mempelajari sesuatu terkadang ada
sumber-sumber yang mendukung apa yang kita pelajari, tetapi tidak semua hal
yang kita pelajari mempunyai sumber. Aksiologi dapat kita artikan sebagai
manfaat dari sesuatu yang kita pelajari. Setiap hal yang kita pelajari pasti
memiliki unsur baik atau tidak baik maupun benar atau salah.
Begitu banyak penerapan filsafat dalam pendidikan
matematika, maka kita harus senantiasa belajar dan belajar, agar kita bisa
menstransformasikan dunia, dari dunia satu kedunia yang lain, begitu pula dalam
belajar filsafat pendidikan matematika. Setinggi-tingginya belajar filsafat
pendidikan matematika ialah sampai pada keadaan dimana pada akhirnya siswa
sebagai matematika yaitu siswa sendiri yang membangun konsep matematikanya dan
guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
Sumber: